Wavy Cursor Tail 10 Kumpulan makalah: PERSEROAN TERBATAS (PT)

Jumat, 30 Mei 2014

PERSEROAN TERBATAS (PT)


PERSEROAN TERBATAS (PT)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hukum Dagang
Dosen Pembimbing : Heru Tripurwanti SHI


34.jpg
 







Oleh :
Badrut Tamam
Iskandar
Sidqul Hidayat

PROGRAM STUDI MUAMALAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI
PURWOREJO
2014
I.              Pendahulua
Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, sebelumnya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap yang disingkat NV, yang semula diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Bentuk usaha yang saat ini paling banyak dipakai dalam melakukan kegiatan usaha adalah bentuk usaha berbentuk Perseroan Terbatas yang terus berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia. Perkembangan Perseroan Terbatas tersebut juga tidak terlepas dari regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka memberikan kemudahan dan tanggung jawab pada Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum.
Dari sedikit diskripsi diatas, apakah yang dimaksud perseroan terbatas itu....?  untuk menjawab pertanyaan itu dan sekaligus memahami lebih lanjut mengenai perseroan terbatas, marilah kita diskusikan makalah yang telah kami buat, dan semoga makalah ini bisa menambah khasanah keilmuan kita semua.


II.              Rumusan masalah
A.    Apakah perseroan terbatas (PT) itu?
B.     Apakah dasar dari perseroan terbatas (PT)?
C.     Bagaimanakah proses pendirian perseroan terbatas (PT)?
D.    Bagaimanakah struktur perseroan terbatas (PT)?









III.              Pembahasan
A.       Pengertian perseroan terbatas
          Perseroan Terbatas diartikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, dan berperan sebagai pelaku kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang serta peraturan pelaksanaannya.[1]
          Menurut pasal 1 butir 1 UUPT menyatakan: “perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam modal saham, dan menemukan persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. [2]
         
B.       Dasar hukum perseroan terbatas
          Perseroan Terbatas (PT) yang semula diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dahulu disebut Naamloze Vennootschap (NV). [3] Pengaturan tentang perseroan terbatas (PT) ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tersebut pada buku pertama, titel ketiga, bagian ketiga, yang berjudul tentang Perseroan Terbatas, yaitu diatur dalam Pasal 36 sampai pasal 56.   
          Pada tahun 1995 diterbitkanlah UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dengan keluarnya UU ini dinyatakan KUHD  sudah tidak berlaku. Ketidak berlakuan KUHD ini didasarkan beberapa alasan yang disampaikan oleh Konsiderans UUPT 1995, alasan itu antara lain:
1.        Ketentuan yang diatur dalam KUHD, dianggap tidak sesuai lagi dengan peraturan Perseroan Terbatas, yangmana KUHD sudah tidak relevan lagi melihat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional.
2.        MenciPTakan kesatuan hukum dalam Perseroan yang berbentuk badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity).
          Oleh karena itu dalam rangka menciPTakan kesatuan hukum dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang diharapkan dapat menunjang Pembangunan Nasional dan menjamin kepastian hukum, maka diterbitkanlah UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
          Kemudian pada tanggal 16 Agustus 2007, UU No. 1 Tahun 1995 diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 160 UU No. 40 Tahun 2007 yang berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” [4]
          Dasar penggantian UU No. 1 Tahun 1995 dengan UU No. 40 Tahun 2007 antara lain:
1.      Perekonomian Nasional harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi sesuai dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan kesatuan ekonomi Nasional.
2.      Semua prinsip itu perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, lebih meningkatkan perkembangan perekonomian nasional sekaligus memberi landasan yang kokoh bagi dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang.
3.      Perlu diadakan Undang-Undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yang dapat mendukung terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.
4.      Selain itu perlu diakomodasi tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum dan tuntutan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Semua hal itu menuntut perlunya dilakukan penyempurnaan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.[5]

C.       Proses pendirian sebuah Perseron Terbatas.
          Mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pen­daftaran dan pengumuman. Adapun perincian dari tahapan-tahapan tersebut yaitu:
1.      Tahap pembuatan akta,
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 7 (1) UUPT dinyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta nota­ris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Seperti halnya disebutkan dalam pengertian Perseroan Terbatas, bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian, juga menunjukkan PT harus didirikan setidaknya oleh 2 (dua) orang atau lebih, karena perjanjian setidaknya diadakan oieh minimal 2 (dua) orang.
Disamping itu PT harus didirikan dengan akta otentik dalam hal ini oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya. Pada saat pendirian dipersyaratkan para pendiri wajib mengambil bagian saham atau modal.
2.      Tahap pengesahan
Setelah dibuat akta pendirian yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya, kemudian dimintakan pengesahan­nya. Pengesahan yang dimaksudkan disini adalah pengesahan pemerin­tah yang dalam hal ini oleh Menteri.
Pengesahan ini mengandung arti penting bagi pendirian Perseroan Terbatas, karena menentukan kapan Perseroan itu memperoleh status Badan Hukum. Dalam hal ini berdasarkan pasal 7 (6) UUPT, disebutkan bahwa Perseroan memperolah status Badan Hukum setelah Akta Pendiriannya di­sahkan oleh Menteri, yang dalam hal ini adalah Menteri Keha­kiman dan Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian menurut UUPT disamping ada penegasan bahwa PT adalah Badan Hukum, juga ada penegasan kapan PT itu mem­peroleh status Badan Hukum, yaitu sejak akta pendiriannya disah­kan oleh Menteri. Sedangkan di dalam KUHD penegasan ini tidak ada.
Di dalam KUHD berdasarkan pasal 36 hanya disebutkan bahwa sebelum Perseroan Terbatas didirikan, maka akta pendiriannya harus dimintakan pembenaran kepada Gubernur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu. Dari ketentuan ini masalah penge­sahan pada dasarnya sama dengan pembenaran, sehingga dilihat dari persyaratan itu baik KUHD maupun UUPT sama-sama bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas harus dimintakan pengesahan/ pembenaran. Hanya masalah kapan Perseroan terbatas itu mem­peroleh status Badan Hukum dalam KUHD tidak ditegaskan, sedang dalam UUPT ditegaskan yaitu sejak diberikannya penge­sahan akta pendiriannya oleh Menteri.
Mengenai prosedur pengesahan dijelaskan dalam UUPT pasal 9 yang menyatakan bahwa, untuk memperoleh pengesahan Menteri, para pendiri bersarna-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta pendirian PT. Biasanya permo­honan pengesahan ini sekaligus ditangani dan diajukan oleh nota­risnya yang rnembuat akta. Karena pada umumnya para pendiri tidak mau repot mengurus sendiri pengesahan ini, sehingga biasanya notaris yang membuatkan akta pendirian sekaligus diminta me­nguruskan pengesahannya. Pengesahan tersebut sesuai pasal 9 ayat (2) harus diberikan paling lama dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.
Dibandingkan dengan KUHD yang tidak mengatur mengenai jangka waktu kapan pengesahan harus diberikan sehingga pada waktu itu orang mendirikan PT dapat memakan waktu yang cukup lama, maka pengesahan menurut UUPT ini lebih tegas dan relatif cepat sepanjang dilaksanakan dengan benar. Hanya persoalannya apakah waktu 60 (enam puluh) hari itu benar-benar dapat dipenuhi atau tidak.
 Proses pemberian pengesahan yang cukup lama akan menimbulkan persoalan tersen­diri, manakala Perseroan Terbatas itu sudah melaksanakan kegiat­annya, sedangkan status hukumnya belum jelas. Persoalan ini akan timbul berkaitan dengan tanggungjawab terutama terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini siapakah yang harus bertanggungjawab.
Persoalan lain yang menjadi pertanyaan apabila ternyata dalam waktu 60 hari itu ternyata pengesahan tidak dapat diberikan, atau ditolak, sedang semua persyaratan telah terpenuhi sehingga tidak ada alasan untuk menolak memberikan pengesahan, maka apakah bagi pendiri dapat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bagi Pejabat yang harusnya memberikan ke­putusan pengesahan.
Dalam hal permohonan ditolak maka penolakan itu harus disam­paikan secara tertulis kepada pemohon beserta alasannya, juga dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
Dengan ketentuan batas waktu 60 hari itu memang akan memper­mudah dan mempercepat dan yang lebih penting lebih efisien, sehingga batas waktu ini benar-benar dapat dipenuhi.
3.            Pcndaftaran dan Pengumuman
Di dalam UUPT pendaftaran dan pengumuman dijadikan satu dalam satu bagian ketentuan yaitu bagian ketiga pasal 21, 22, dan 23. Yang perlu diperhatikan mengenai pendaftaran dan pengumuman menurut UUPT ini adalah bahwa yang dimaksud pendaftaran di­sini adalah, pendaftaran dalam Daftar Perusahaan, yang di dalam penjelasannya dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”Daftar Perusahaan” adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Per­usahaan. Sehingga dengan demikian pendaftarannya dilakukan di Kantor pendaftaran perusahaan yaitu di Kantor Perdagangan dan Perindustrian, yang harus dilakukan untuk memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran ini harus dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau sete­lah tanggal penerimaan laporan.
Kemudian ketentuan lebih lanjut setelah pendirian Perseroan Terbatas tersebut didaftarkan, kemudian diumumkan ke dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman ini dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
Dibandingkan dengan KUHD yang juga mengatur tentang pen­daftaran dan pengumuman, namun terdapat perbedaan yaitu bahwa di dalam KUHD pendaftaran yang dimaksudkan adalah pendaftaran di Kepaniteraan Raad van Justitie (sekarang Pengadilan Negeri) dalam wilayah hukumnya, sedang pengumumannya di Majalah Resmi. Sehingga khususnya berkaitan dengan pendaftaran, maka berdasarkan UUPT lebih sederhana karena dengan pendaftaran ke dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksudkan dalam UUPT yaitu di Kantor Pendaftaran Perusahaan, berarti disamping meme­nuhi kewajiban pendaftaran dalam kaitannya proses pendirian PT juga sekaligus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan dalam UU nomor 3 Tahun 1982. Sedang dalam KUHD pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan negeri berarti masih harus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan dalam UU nomor 3 Tahun 1982 seperti halnya kewajiban pendaftaran perusahaan pada umumnya.

D.    struktur dalam Perseroan Terbatas
Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT.
Dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHD terdapat perbedaan khususnya yang ber­kaitan dengan pengurus, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 44 KUHD bahwa Perseroan diurus oleh pengurus, dengan atau tidak dengan komisaris atau pengawas. Dari ketentuan tersebut menurut KUHD, Komisaris/pengawas bukan merupakan suatu keharusan, hal ini dapat dilihat dari kalimat dengan atau tidak dengan komisaris, yang mengandung makna tidak harus.
Sedangkan menurut UUPT komisaris merupakan salah satu organ perseroan yang harus ada, bahkan di dalam ketentuan selanjut­nya bagi Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Pengurus dan 2 (dua) orang Komisaris. Masing-masing organ PT tersebut mempunyai tugas dan kewenangan sendiri-sendiri, yaitu :
a)    Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan me­megang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau komisaris. Dengan demikian RUPS merupakan organ yang tertinggi di dalam Perseroan. RUPS terdiri dari rapat Tahunan dan rapat-rapat lainnya. Di dalam RUPS ini setiap saham yang dike­luarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain.
b)   Direksi atau pengurus adalah organ Perseroan yang bertangggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan.dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. De­ngan demikian kepengurusan Perseroan dilakukan oleh Direksi yang diangkat oleh RUPS sesuai dengan Anggaran Dasarnya. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 82 UUPT bahwa Direksi ber­tanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepen­tingan dan tujuan perseroan serta mewakiti perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dalam hal ini terlihat adanya dua sisi tanggungjawab, yaitu :
1)      Tanggungjawab intern/kedalam, yaitu berkaitan dengan kepengurusan jalannya dan maju mundurnya perseroan maka direksi bertanggungjawab penuh. Artinya apabila Perseroan meng­alami kerugian akibat dari kesalahan direksi dalam menjalankan kepengurusannya, maka pengurus bertanggungjawab. Dalam menyampaikan pertanggungjawaban intern ini direksi dapat melalui RUPS, sebagai organ tertinggi dalam Perseroan. Dengan demikian tanggungjawab intern ini lebih kepada tanggung­jawab Direksi dalam mencapai tujuan perseroan, sehingga ia harus bertanggungjawab kepada pemilik perseroan yaitu pemegang saham.
2)      Tanggungjawab keluar, yaitu tanggungjawab terhadap pihak keti­ga, atau kepada siapa Perseroan itu melakukan perbuatan atau perjanjian. Dalam hal ini kedudukan pengurus menjalankan tugas kepengurusannya adalah sebagai wakil yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Sehingga tanggung jawab ter­hadap pihak ketiga, yang terikat adalah PT, bukan pengurus secara pribadi, sepanjang dilakukan berdasarkan etikad baik, sesuai dengan tugas dan kewenangannya, untuk kepentingan dan tujuan perseroan berdasarkan Anggaran dasar. Namun apabila direksi melakukan kesalahan dan lalai dalam menjalankan tu­gasnya direksi dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi. Tanggungjawab ini baik secara pidana maupun secara perdata. Hal ini ditentukan dalam pasal 85 UUPT yang antara lain menye­butkan, bahwa setiap direksi wajib dengan etikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
c)    Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan Perseroan. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam Anggaran dasar. Seperti hallnya Pengurus, maka Komisaris dalam menjalankan tugasnya wajib dengan etikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dengan demiki­an apabila Komisaris dalam menjalankan tugasnya dengan etikad baik, dan menimbulkan kerugian maka Komisaris dapat diper­tangungjawabkan secara pribadi.

 IV.            Kesimpulan
            Dari keterangan yang telah ada diatas, kami sebagai pemakalah mengambil kesimpulan sebagai berikut:
            Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, yang mana pendirianya berdasarkan perjanjian, dan berperan sebagai pelaku kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang  serta peraturan pelaksanaannya.
            Perseroan terbatas (PT) mempunyai keberadaan landasan yuridis yaitu sebagai badan usaha yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (PT)landasan inilah yang berguna sebagai dasar sebuah PT untuk menjalankan aktivitasnya. Kemidian mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas itu menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pen­daftaran dan pengumuman.
            Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT.
           

Daftar pustaka

Harahap, Yahya. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika

Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika

Sembiring, Sentosa. 2008. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaya. 2000. Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: Raja Grafindo Persada


                [1] Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Hal. 7
[2] Sentosa Sembiring, Hukum Dagang (Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2008), Hal. 49-50
                [3] Farida Hasyim, Hukum Dagang (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 149
                [4] Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 22-27
                [5] Farida Hasyim, Hukum Dagang (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal. 149-150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar