Wavy Cursor Tail 10 Kumpulan makalah: KESALAHAN

Jumat, 30 Mei 2014

KESALAHAN


KESALAHAN
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hukum Pidana
Dosen Pengampu: Evi Nurul Hidayati, S.H

Disusun oleh:
Aisyah Nuriyantari
Iskandar

Program Studi Muamalah
JURUSAN SYARAIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI(STAIAN)
PURWOREJO
2014
       I.            Pendahuluan
“Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”,  itulah suatu hubungan antara sebab dan akibat yang saling berkesinambuangan dalam kehidupan manusia  dengan aturan hukum Negara. Tentunya adanya hukum yang mengatur manusia bukanlah suatu penghalang kebebasan manusia untuk melakukan suatu tindakan, akan tetapi adanya hukum itu adalah untuk mengemudi tindakan manusia agar tidak berjalan di lintasan kegelapan. Maka tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal “apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan”.
Kesalahan dalam hukum pidana yang dimaksud  disini adalah suatu tindakan dari hukum pidana terhadap pelaku yang melakukan kesalahan dan tidak selamanya kesalahan itu akan dikenai sanksi pidana, itupun jikalau pelaku mempunyai alasan yang dapat menggugurkan tindak pidana yang akan menghukumnya. Untuk lebih jelasnya maka mari kita diskusikan makalah yang telah kami buat ini.

    II.            Rumusan masalah
A.    Apakah yang dimaksud dengan kesalahan?
B.     Unsur-unsur apasjakah yang ada dalam kesalahan?
C.     Ada berapakah bentuk-bentuk dalam kesalahan?
D.    Adakah alasan yang dapat menghapus kesalahan?






 III.            Pembahasan
A.    Pengertian Kesalahan
Kesalahan dalam arti luas memiliki pengertian yang sama dengan pertanggungjawaban dalam hukun pidana. Kemudian kesalahan dalam arti sempit yaitu kesalahan berarti ke-alpaan[1]. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan yaitu: “kesalahan disengaja (dolus/opzet): Prinsip dari kesengajaan dalam Memori van Toeliching adalah mengetahui (weten) dan menghendaki (willen) kesalahan karena ke alpaan: Ke-alpaan terjadi bila pelaku mengetahui tetapi secara tidak sempurna karena dalam ke-alpaan seseorang mengalami sifat kekurangan ”.[2]
Sedangkan kesalahan dalam hukum  pidana disini diartikan sebagai tiada pidana tanpa perbuatan yang tidak patut yang objektif, yang dapat dicelakan kepada pelakunya.[3]
Adapun beberapa  pendapat dari pakar hukum pidana tentang kesalahan  yang pada hakikatnya adalah pertanggungjawaban pidana. Pendapat-pendapat tersebut yaitu:
1.      MEZGER mengatakan: kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku tindak pidana.
2.      SIMONS mengartikan kesalahan itu sebagai pengertian yang “sociaal ethisch” dan mengatakan antara lain: “Sebagai dasar untuk pertanggungan jawab dalam hukum pidana ia berupa keadaan psychisch dari si pelaku dan hubungannya terhadap perbuatannya,” dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan psychisch (jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakakan kepada si pelaku”.

3.      VAN HAMEL mengatakan, bahwa “kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan jiwa si pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan jawab dalam hukum”.
4.      VAN HATTUM berpendapat: “Pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana terhadap perbuatan yang melawan hukum, meliputi semua hal, yang bersifat psychisch yang terdapat dapat keseluruhan yang berupa strafbaarfeit termasuk si pelakunya.[4]
B.     Unsur-Unsur Kesalahan
Kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana dimana meliputi :
1.      Adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipelaku (Schuldfahigkeit atau Zurechnungsfahigkeit); artinya keadaan jiwa sipelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah orang tertentu menjadi “Normadressat” yang mampu.
2.      Hubungan batin antara sipelaku dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (Dolus) atau ke-alpaan (Culpa), ini disebut bentuk-bentuk kesalahan. Dalam hal ini dipersoalkan sikap batin seseorang pelaku terhadap perbuatannya.
3.      Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf meskipun apa yang disebut dalam a dan b ada, ada kemungkinan bahwa ada keadaan yang mempengaruhi sipelaku sehingga kesalahannya hapus, misalnya dengan adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa.
Kalau ketiga-tiga unsur ada maka orang yang bersangkutan bisa dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungan jawab pidana, sehingga bisa dipidana.
Dari pada itu harus, diingat bahwa untuk adanya kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya (pertanggungan jawab pidana) orang yang bersangkutan harus pula dibuktikan terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Kalau ini tidak ada, artinya, kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak ada perlunya untuk menerapkan kesalahan sipelaku. Sebaliknya seseorang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum tidak dengan sendirinya mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan sendirinya dapat dicela atas perbuatan itu. Itulah sebabnya, maka kita harus senantiasa menyadari akan dua pasangan dalam syarat-syarat pemidaan ialah adanya:
1.         Dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van het feit)
2.         Dapat dipidananya orangnya atau pelakunya (strafbaarheid van de persoon).[5]

C.     Bentuk-Bentuk Kesalahan
Ilmu hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan, yaitu kesengajaan atau dolus dan ke-alpaan atau culpa. Sebagian besar pasal-pasal dalam KUHP membuat kesalahan dalam bentuk kesengajaan dengan menggunakan berbagai rumusan, di samping beberapa tindak pidana yang dilakukan dengan ke-alpaan, misalnya saja pada Pasal 359 dan 360 KUHP yang sering diterapkan di dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Beberapa bentuk kesalahan yaitu :
1.         Kesengajaan (dolus)
Dolus dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa inggris disebut intention yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sengaja atau kesengajaan.
KUHP sendiri tidak menjelaskan pengertian kesengajaan dan ke-alpaan itu. Oleh Memori van Toeliching dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesengajaan adalah willens en watens yang artinya adalah menghendaki dan menginsyafi atau mengetahui atau secara agak lengkap seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki perbuatannya itu dan harus menginsyafi atau mengetahui akibat yang mungkin akan terjadi karena perbuatannya. [6]

2.         Culpa atau Ke-alpaan
Arti kata culpa atau kelalaian ini ialah kesalahan pada umumnya, akan tetapi culpa pada ilmu pengetahuan hukum  mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi. KUHP tidak menegaskan apa arti ke-alpaan sedang Vos menyatakan bahwa culpa mempunyai dua unsur yaitu:
a)      Kemungkinan pendugaan terhadap akibat
b)      Tidak berhati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat.
Bentuk kesalahan yang kedua adalah ke-alpaan atau culpa. Keterangan resmi pembentuk KUHP mengenai persoalan mengapa culpa juga diancam dengan pidana, walaupun dengan ringan, adalah bahwa berbeda dengan kesengajaan atau dolus yang sifatnya menentang larangan justru dengan melakukan perbuatan yang dilarang.Beberapa pakar memberikan pengertian atau syarat culpa sebagai berikut: Menurut Simons mempersyaratkan dua hal: tidak adanya kehati-hatian dan  kurangnya perhatian terhadap kaibat yang mungkin terjadi. Menurut Van Hamel ada dua syarat yaitu:  tidak adanya penduga-duga yang diperlukan, dan tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan.[7]

D.    Alasan Penghapus Kesalahan
Alasan atau Dasar Penghapusan Pidana merupakan hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU Pidana (KUHP), tidak dihukum, karena :
1.      Orangnya tidak dapat dipersalahkan;
2.      Perbuatannya tidak lagi merupakan perbuatan yang melawan hukum.
Bab I dan Bab II KUHP memuat: “Alasan-alasan yang menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan pidana”.  Pembicaraan selanjutnya akan mengenai alasan penghapus pidana, aialah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, tidak dapat dipidana. M.v.T dari KUHP (Belanda) dalam penjelasannya mengenai alasan mengahpus pidana ini, mengemukakan apa yang disebut “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasan-alasan tidak dapat dipidananya seseorang”. M.v.T menyebut 2 (dua) alasan:[8]
1.      Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu (inwendig), yakni :
a.       Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit (pasal 44 KUHP)
b.      Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini di Indonesia dan juga di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi merupakan lasan penghapus pidana melainkan menjadi dasar untuk memperingan hukuman).
2.      Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwendig), yaitu:
a.       Daya paksa atau overmacht (pasal 48);
b.      Pembelaan terpaksa atau noodweer (pasal 249);
c.       Melaksanakan Undang-undang (pasal 50);
d.      Melaksanakan perintah jabatan (pasal 51);
Selain perbedaan yang diterangkan dalam M.v.T, ilmu pengetahuan hukm Pidana juga mengadakan pembedaan sendiri, ialah :
1.      Alasan penghapus pidana yang umum (starfuitingsgronden yang umum), yaitu yang berlaku umum untuk tiap-tiap delik dan disebut dalam pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP;
2.      Alasan penghapus pidana yang khusus (starfuitingsgronden yang khusus), yaitu yang hanya berlaku unutk delik-delik tertentu saja, misal :
a)      Pasal 166 KUHP : “Ketentuan-ketentuan pasal 164 dan 165 KUHP tidak berlaku pada orang yang karena pemberitahuan itu mendapat bahaya untuk dituntut sendiri dan seterusnya………………………………………” Pasal 164 dan 165 memuat ketentuan : bila seseorang mengetahui ada makar terhadap suatu kejahatan yang membahayakan Negara dan Kepala Negara, maka orang tersebut harus melaporkan.
b)      Pasal 221 ayat (2) : menyimpan orang yang melakukan kejahatan dan sebagainya”. Disini ia tidak dituntut jika ia hendak menghindarkan penuntut dari istri, suami dan sebagainya (orang-orang yang masih ada hubungan darah).[9]
Ilmu penetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain, sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan dua jenis alasan penghapus pidana :
a)      Alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond, fait justificatif, rechtfertigungsgrund). Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP ialah pasal 48 (keadaan darurat), pasal 49 ayat (1) (pembelaan terpaksa), pasal 50 (peraturan perundang-undangan) dan pasal 51 (1) (perintah jabatan).
b)      Alasan pemaaf atau alasan penghapus kesalahan (schulduitsluittingsgrond-fait d’excuse, entschuldigungsdrund, schuldausschliesungsgrund). Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin pemidanaan.
         Alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP ialah pasal 44 (tidak mampu bertanggungjawab), pasal 49 ayat (2) (noodweer exces), pasal 51 ayat (2) (dengan itikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah).
Adapun mengenai pasal 48 (daya paksa) ada dua kemungkinan, dapat merupakan alasan pembenar dan dapat pula merupakan alasan pemaaf.[10]

 IV.            Kesimpulan
kesalahan adalah keseluruhan syarat  yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Unsur-unsur kesalahan yaitu, kesalahan adalah pertanggung jawaban dalam hukum, adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal. adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja (dolus) maupun karna ke-alpaan (culpa), tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan. Bentuk kesalahan yaitu dolus dan culpa.


Daftar pustaka

Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf

Schaffmeister, Keijzer, Dan Sutorius, 2011. Hukum  Pidana. Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI




[1] Ke-alpaan  juga bisa disebut CULPA. Arti kata culpa atau kelalaian ini ialah kesalahan pada umumnya, akan tetapi culpa pada ilmu pengetahuan hukum  mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi.
[3] Schaffmeister, Keijzer, Dan Sutorius, Hukum  Pidana(Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI. 2011). Hlm. 77
[4] Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf. Hlm. 107-108
[5] Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf. Hlm. 114-116
[8] Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf. Hlm. 279-280
[9] Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf. Hlm. 281
[10] Artikel Asas-Asas Hukum  Pidana, Pdf. Hlm. 282

Tidak ada komentar:

Posting Komentar